PONTIANAK – Hoax Crisis Center (HCC) Kalimantan Barat yang merupakan bagian dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) bekerjasama dengan Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat menyelenggarakan acara Nongkrong Anti Hoax bertema Milenial Anti Hoax Hadapi Pemilu 2019 di Cafe Fuzz Pontianak, Jalan Sutan Syahrir, Selasa (16/04/2019) mulai pukul 17.00 Wib-selesai.
Talkshow dimeriahkan sejumlah hiburan diantaranya penampilan IW Band, Stand Up Comedy dari Komika Tegar, serta berbagai games dan hadiah bagi peserta.
Acara yang diikuti oleh mayoritas generasi millenial Kota Pontianak itu berjalan meriah, edukatif dan mencerahkan.
Ratusan peserta tampak antusias mendengarkan pemaparan narasumber-narasumber berkompeten yang punya tanggung jawab besar terhadap suksesnya Pemilu 2019.
Sejumlah narasumber itu yakni Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kalimantan Barat Irjen Pol Didi Haryono, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalbar Faisal Riza, Praktisi Literasi Digital Leo Prima dan Ketua HCC Kalbar Reinardo Sinaga, hingga Anggota KPU RI Viryan Azis.
Dalam sambutannya, Ketua HCC Kalbar Reinardo Sinaga mengatakan kegiatan seperti ini merupakan kegiatan kesekian lainnya yang diselenggarakan oleh HCC Kalbar.
Sejak bulan Juli 2018, HCC Kalbar telah bergerak dalam upaya menjaga semangat literasi media sosial masyarakat Kalbar, khususnya generasi millenial.
“Kita bergerak dari tahun lalu tepatnya bulan Juli. Kita pertama yang terbentuk dan mendirikan HCC,” ungkapnya.
Seperti diketahui arus informasi di media sosial dan dunia maya membanjiri perangkat android setiap orang. Tidak semuanya informasi tersebut jelas sumber dan kebenarannya.
Fakta mencengangkan tergambar dari hasil riset penelitian. Pasalnya, dari total 24 jam sehari, setidaknya paling sedikit manusia habiskan waktunya paling sedikit 12 jam.
“Ya, 12 jam itu kita memegang handphone dan berselancar menggunakan internet,” terangnya.
Hoaks atau kabar bohong, kata dia, tidak terlepas dari diri pribadi sebagai netizen dan penikmat berita maupun informasi.
“Yang selama ini kita yakini bahwa itu benar, padahal tidak benar. Contohnya di grup WA keluarga. Ada informasi yang dikirim oleh Mak Long dan Pak Long kita. Kita dipaksa untuk mempercayai itu. Padahal, harusnya tidak,” paparnya.
Seyogyanya, informasi itu harus kita klarifikasi atau de-bunk agar diketahui kebenarannya.
Melalui nongkrong anti hoaks ini, HCC coba membangun budaya yang selama ini mulai luntur di era kemajuan teknologi dan informasi.
“Lebih enak bertatap muka daripada ghibah di media sosial untuk mencari kebenaran informasi,” jelasnya.
Jelang pelaksanaan pemungutan suara atau masa pencoblosan pada 17 April 2019, Reinardo Sinaga berpesan agar masyarakat Indonesia khususnya generasi millenial untuk tunaikan hak pilihnya sesuai keyakinan masing-masing.
“Pesta demokrasi besok (17 April 2019), siapapun pilihan anda jadilah pilihan anda. Bukan karena hasutan, desakan dan tuntutan orang lain,” pungkasnya.
Komisioner Bawaslu Kalbar, Faisal Riza mengatakan semakin jelang Pemilu, kita lebih banyak menemukan hoaks. Hoaks harus kita lawan karena dampaknya merugikan bangsa dan negara.
“Hoaks membuat terjal jurang pemisah diantara masyarakat dan begitu kentara di Pemilu 2019,” terang Faisal Riza.
Jika ada laporan tentang hoaks, Bawaslu akan teruskan itu ke tahapan selanjutnya jika hoaksnya politik karena sudah diatur dalam peraturan-peraturan mengenai Pemilu.
“Jika peserta Pemilu menjelek-jelekkan atau memberikan ujaran kebencian, tindakan itu bisa dipidana. Khusus media sosial, harus dicari pelakunya apakah menggunakan akun palsu atau tidak,” jelas dia.
Tahun 2022-2036, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yakni angkatan kerja atau angkatan produktif lebih besar dari pada usia tidak produktif.
Mulai saat ini, katakan tidak pada politik uang, berita hoaks dan ujaran kebencian. Khususnya, berita-berita mengacaukan Pemilu seperti menyebutkan Pemilu gagal yang dapat memicu chaos.
“Besok datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), jadikan hak suara kita bermanfaat dan berkualitas. Pilihlah calon wakil pemimpin kita yang benar-benar menurut generasi millenial bisa membawa kemajuan, aspirasi dan kebutuhan, serta paham dengan kondisi dan masalah bangsa,” imbuh dia.
“Pemilu gerbang menuju bonus demografi dan itu jadi modal dasar menjadi negara maju,” tandasnya.
Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono memaparkan berita hoaks pada umumnya punya tujuan negatif, tidak ada untuk hal positif.
Tujuan hoaks adalah untuk mengacaukan situasi, membuat seseorang terhina, terkucilkan, pencemaran nama baik, fitnah dan SARA.
“Dampak hoaks paling parah adalah dapat berdampak ke hal negatif terkait keamanan negara. Kita harus samakan persepsi terkait upaya melawan hoaks,” timpal dia.
Berdasarkan catatan Polda Kalbar, umumnya hoaks paling banyak masalah sosial politik yang prosentasenya hampir 91,8 persen.
Untuk mengetahui mana informasi hoaks atau tidak, maka diperlukan kecerdasan memilah informasi mana yang baik atau tidak.
92,4 persen hoaks disebarkan melalui sarana media sosial. Mayoritas berbentuk tulisan dan gambar.
“Polda Kalbar telah banyak menindak para pelaku pembuat dan penyebar hoaks yang melanggar Undang-Undang ITE. Tahun 2018, ada sekitar 20 kasus diproses. Tahun 2019, ada 25 kasus,” imbuh dia.
UU ITE sebagai instrumen hukum untuk menjerat pembuat dan penyebar hoaks serta ujaran kebencian. Kapolda Kalbar meminta generasi millenial manfaatkan diskusi untuk hal-hal baik dan positif untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia khususnya Kalbar. Ini agar negara kita bisa maju dan berkompetisi.
“Mari bangun daerah kita dengan kemampuan dan kompetensi yang kita punyai. Mari sama-sama bangun nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kalbar. Menjadi generasi millenial yang unggul dan bermartabat,” ajaknya.
Irjen Pol Didi Haryono mengimbau generasi millenial rapatkan barisan dan bangun hubungan solid. Sehingga, orang-orang yang ingin merusak suasana dan kondisi Kalbar bisa kapok dan sadar generasi millenial Kalbar anti hoaks.
Selama ini, Polda Kalbar lakukan patroli cyber terhadap ujaran kebencian dan hoaks yang berpotensi memcah belah bangsa. Kapolda memberikan tips mencegah hoaks. Pertama, jangan terprovokasi. Kedua, jangan baca judulnya saja, setengah-setengah. Ketiga, pastikan keaslian foto dan video.
“Keempat, bersikap kritis terhadap informasi yang diterima. Langkah mencegah hoaks juga melalui rumus 4C yakni Cek, Ricek, Kroscek dan Final Cek. Awasi Pemilu dan jangan golput,” tandasnya.
Sementara, Komisioner KPU RI Viryan Aziz mengimbau masyarakat pendukung peserta pemilu harus siap menang dan kalah dalam Pemilu yang digelar hari ini, 17 April 2019.
“Kami mengimbau masyarakat di akar rumput siap menang dan kalah, tentunya nanti ketika di atas tidak ada lagi yang dipersoalan. Ada masalah di bawah selesaikan di bawah,” pesan Viryan saat menghadiri acara Millenial Anti Hoaks yang digelar Hoax Crisis Center di Kafe Fuz Jalan Sutan Syahrir, Selasa (16/4).
KPU sendiri sudah menyusun alur hitung dan rekap suara dalam pemilu 2019. Dimana alur hitung di tingkat TPS berjalan tanggal 17-18 April 2019. Kemudian naik di tingkat kecamatan tanggal 18 April – 4 Mei 2019. Lalu untuk tingkat kabupaten/kota berlangsung dari tanggal 22 April – 7 Mei 2019. Tingkat provinsi 22 April – 12 Mei 2019. Secara nasional alur hitung dan rekap suara berlansung tanggal 22 April h- 22 Mei 2019.
“Jadi hasil pemilu 2019 paling lambat KPU tetapkan tanggal 22 Mei 2019,” sebut Viryan saat pemaparan.
Hingga tanggal penetapan hasil pemilu 2019, proses dilakukan secara berjenjang. Mulai dari tingkat TPS, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
Sementara itu kegiatan pemunguta dan penghitungan suara berlangsung di TPS dari tanggal 17 hingga 18 April 2019. Untuk tanggal 18 April itu berlangsung sampai pukul 12.00 siang.
“Penambahan waktu itu berdasarkan putusan MK Nomor 40 Tahun 2019, karena kompleksitas teknis pemilu di lapangan. Mahkamah melihat perlu diperpanjang waktu penghitungan suara. Perpanjangan dilakukan tanpa jeda, jadi tidak boleh berhenti,” jelas Viryan.
Viryan menambahkan rapat pleno rekapitulasi itu nanti dilakukan secara terbuka. Rapat itu dihadiri para saksi dan pengawas pemilu. Bahkan bisa disaksikan masyarakat yang juga dapat mengakses hasil rekapitulasi.
“Biasanya masyarakat nanti memfoto hasil rekapitulasi itu. PKPU Nomor 9 Tahun 2019 memungkinkan itu. Jadi katakan lah hasil pemilu di TPS bisa memfoto. C1 Plano ukuran foto dan selesai, masyarakat punya hak untuk memfoto,” jelas Viryan.
“Kami mengimbau untuk menjaga dugaan kecurangan. Silakan masing-masing pendukung hadir dan nonton bareng. Pastikan proses kegiatan di masing-masing TPS berjalan sesuai aturan dan tanpa manipulasi,” tambah Viryan.
KPU bahkan mengajak melakukan deklarasi hasil pemilu secara partisipatif di akun media sosialnya masing-masing.
“Misalnya di TPS kami yang menang A atau B. Hal-hal semacam ini, dapat meminimalisir upaya adu domba yang berkembang di masyarakat,” pungkasnya. (HCC Kalbar)