Literasi, sebuah kata yang dewasa ini makin terasa gaungnya. Berbagai pihak semakin menyadari, berkembangnya literasi akan menjadi salah satu kunci terbentuknya generasi penerus bangsa yang mumpuni. Seiring hal tersebut, geliat relawan dalam mengembangkan literasi pun semakin mencuat ke permukaan.
Jimus, sebuah desa di kecamatan Polanharjo yang masuk ke wilayah kabupaten Klaten adalah salah satu wilayah yang bergegas menyambut gaung literasi. Pada tanggal 14 – 16 Desember 2018, pemerintah desa Jimus bekerja sama dengan Reading Volunteer Indonesia (Revolt ID) menyelenggarakan Jimus Literacy Camp 2018. Pada kegiatan ini, terjadwal pula sesi terkait hoaks sebab hoaks telah dianggap sebagai suatu dampak fatal dari minimnya literasi.
Dalam sesi tersebut, selain Mafindo, hadir pula inisiator acara Mocosik, Irwan Bajang, dan jurnalis senior Solopos, Ichwan Prasetyo. Sebagai pembukaan, Ichwan menguraikan kekurangtepatan penerjemahan kata hoaks dalam KBBI. Menurutnya, hoaks bukan termasuk berita karena berita pastilah jujur sesuai fakta. Bahkan beliau menambahkan bahwa musuh utama dari media masa kini adalah penebaran hoaks yang begitu masif. Selanjutnya, Irwan Bajang menambahkan bahwa memang sangat tepat jika disebutkan bahwa hoaks adalah hasil dari minimnya literasi. Beliau menegaskan bahwa literasi bukan sekedar kemampuan membaca dan menulis namun terkait erat dengan pemahaman penuh atas apa yang dibaca tersebut.
Selanjutnya, sesi dari Mafindo yang pada kesempatan tersebut diwakili oleh Siti Zuhrotun Nisa (Anis). Menilik keragaman peserta dari segi usia, profesi, maupun jenis kelamin; paparan dari Mafindo cukup singkat mengulas definisi hoaks. Mafindo lebih memberikan penekanan terhadap bahaya hoaks dan bagaimana menangkalnya.
Bahaya hoaks mungkin tidak begitu terasa di pelosok desa, namun jika masyarakatnya tidak membangun kesadaran sedini mungkin, bukan mustahil beragam kerusakan akibat hoaks juga akan menghampiri pedesaan. Pada paparan ini, para peserta yang berusia lanjut nampak cukup memperhatikan saat disampaikan beberapa contoh hoaks terutama yang terkait dengan kesehatan serta makanan. Bisa jadi jenis-jenis hoaks tersebut yang cukup sering mereka jumpai.
Selanjutnya relawan Mafindo menyampaikan bahwa ada 3 hal pokok yang perlu dibangun sebagai upaya melawan hoaks. (1) Mutlak mengembangkan literasi, (2) Membangun budaya silaturahmi, dan (3) Mengambil peran aktif untuk membangun masyarakat antihoaks. Cara membangun masyarakat antihioaks dapat dilakukan dengan gerakan Siskamling Digital “bersenjatakan” aplikasi Hoax Buster Tools (HBT). Tidak lupa pada kesempatan tersebut ditampilkan pula tayangan video terkait cara pemasangan dan penggunaan HBT di ponsel pintar.
Sebagai penutup, relawan Mafindo menegaskan bahwa hoaks adalah suatu bentuk upaya mengurangi kewarasan nalar. Oleh karena itu, hoaks wajib dilawan. Menyitir ajakan terkenal dari Gus Mus, sing waras ojo ngalah; Mafindo mengadopsinya dengan yel bersemangat: “Sing Waras Kudu Antihoaks”!.