Mafindo – Penyebaran informasi palsu atau hoaks mengalami lonjakan signifikan dengan meningkatnya penggunaan internet dan media sosial. World Economic Forum (2023) menempatkan disinformasi berbasis AI sebagai salah satu risiko global paling berbahaya terhadap stabilitas sosial.
Teknologi seperti deepfake dan natural language generation (NLG) memungkinkan produksi konten manipulatif yang sulit dibedakan dari konten otentik (Vaccari & Chadwick, 2020). Di sisi lain, AI juga berpotensi menjadi alat efektif untuk mendeteksi dan menanggulangi hoaks melalui sistem berbasis machine learning dan pemrosesan bahasa alami (NLP).
AI Sebagai Produsen Hoaks
Model generatif seperti GPT dan GANs telah digunakan untuk membuat teks, gambar, dan video palsu. Deepfake menjadi ancaman nyata ketika wajah atau suara seseorang dimanipulasi secara realistis. Chesney dan Citron (2019) menyebut fenomena ini sebagai “weaponization of AI” yang dapat mengancam keamanan publik dan integritas demokrasi.
Contoh Kasus: Pada 2023, video deepfake yang memperlihatkan Presiden Indonesia berbicara dalam bahasa asing viral di media sosial. Analisis forensik mengonfirmasi bahwa video tersebut dimanipulasi menggunakan teknik deep learning (CNN Indonesia, 2023).
AI Sebagai Detektor Hoaks
Teknologi yang sama dapat digunakan untuk mendeteksi hoaks. Model seperti BERT (Devlin et al., 2019) dan RoBERTa telah terbukti akurat dalam klasifikasi berita palsu. Penelitian oleh Widyantoro et al. (2021) menunjukkan bahwa model transformer mampu mendeteksi berita hoaks berbahasa Indonesia dengan akurasi di atas 90%.
Strategi Pencegahan Hoaks Berbasis AI dan Literasi Digital
1.Verifikasi Sumber Otomatis
Situs seperti http://TurnBackHoax.id dan ekstensi browser seperti NewsGuard menawarkan verifikasi cepat terhadap kredibilitas situs web. Penelitian oleh Shao et al. (2018) mengindikasikan bahwa penyebaran informasi palsu atau hoaks dapat ditekan jika pengguna diberikan sinyal kepercayaan terhadap sumber secara real time.
2. Deteksi Deepfake
Aplikasi seperti Deepware Scanner dan Microsoft Video Authenticator menganalisis keanehan dalam ekspresi wajah atau piksel video untuk mendeteksi manipulasi visual. Korshunov & Marcel (2020) mengembangkan dataset untuk melatih model CNN dalam klasifikasi konten deepfake.
3. Peningkatan Literasi Digital
Literasi digital terbukti menurunkan kemungkinan pengguna menyebarkan hoaks (Saputra, D.,et al., 2021). Inisiatif pelatihan berbasis sekolah dan komunitas dapat mengajarkan teknik verifikasi, seperti reverse image search, analisis URL, dan pengecekan penulis sumber.
4. Sikap Skeptis dan Etika Digital
Ajakan untuk bersikap kritis dan tidak langsung mempercayai informasi adalah kunci. “Cognitive inoculation” (Lewandowsky & van der Linden, 2021) menyatakan bahwa pelatihan pra-eksposur terhadap teknik manipulasi dapat meningkatkan ketahanan individu terhadap informasi palsu atau hoaks.
AI memiliki peran ganda dalam konteks hoaks yaitu sebagai alat untuk menciptakan dan mendeteksi informasi palsu. Dengan memanfaatkan teknologi AI untuk verifikasi informasi dan meningkatkan literasi digital masyarakat, kita dapat secara efektif menangkal penyebaran hoaks di Indonesia.