Pada hari Senin, 17 Juni 2019 MAFINDO salah satu anggota Komite Litbang MAFINDO, Nuril Hidayah, berkesempatan mempresentasikan salah satu hasil kajian Litbang pada konfereni internasioal yang diselenggarakan oleh AMIC di Chulalongkorn University Bangkok Thailand. AMIC (Asian Media Information and Communication Centre) adalah asosiasi internasional periset yang berusaha membangun keimuan di bidang komunikasi dan informasi yang lebih Asian-based. Judul penelitian yang dipresentasikan adalah “Language Manipulation in Disinformation in Indonesia and Religious Identity”. Riset ini merupakan hasil analisis terhadap hoaks bertema agama yang telah didebunk oleh pemeriksa fakta MAFINDO sejak pertengahan tahun 2015.
Audien kegiatan ini berasal dari berbagai belahan dunia. Sekitar 250 hasil penelitian dipresentasikan pada kegiatan ini dalam berbagai panel selama 3 hari sejak tanggal 17-19 Juni 2019. Riset MAFINDO dipaparkan pada panel tentang “Understanding Humanism and Post-Humanism: Artificial Intelligence, Robotic, Dataism, etc” bersama dengan beberapa periset dari India. Turut hadir dalam panel ini adalah Profesor Ronny Adhikara dari Indonesia dan Profesor Jack Linchun Qiu dari Hongkong.
Gagasan pokok yang disampaikan oleh riset MAFINDO terebut adalah tentang disinformasi bertema agama di Indonesia dan perannya dalam membentuk identitas agama yag eksklusif. Kajian ini diletakkan dalam kerangka radikalisasi Islam online. Dalam konteks ini, periset melihat bahwa selama ini kajian-kajian yang ada lebih menitikberatkan pada ekspresi kebencian pada level yang lebih tinggi seperti diskriminasi dan kekerasan. Sementara itu, studi tentang ekspresi kebencian pada level yang lebih awal belum banyak tersentuh. Di sinilah kajian ini berusaha untuk mengisi celah yang masih terbuka. Kajian inni menemukan bahwa disinformasi bertema agama yang mengandung pesan radikal ini berfungsi untuk enciptakan bias dan prasangka. Tujuannya adalah untuk membentuk kelompok-kelompok outgroup di satu sisi, dan menguatkan identitas kelompok religius yang eksklusif di sisi yang lain. Kelompok-kelompok outgroup inilah yang nantinya akan dipersalahkan ketika kelompok eksklusif merasakan ketidakpuasan. Salah satu contoh kelompok outgroup yang menjadi target disinformasi adalah kalangan yang merepresentasikan visi Islam moderat. “Heretic”, “lebih suka membela non-muslim” adalah contoh stereotip yang dilekatkan pada kelompok ini. Lewat stereotip-stereotip ini, disinformasi bertema agama berusaha mempengaruhi pembentukan identitas agama yang eksklusif melalui mekanisme filter informasi oleh publi yaitu generalization, deletion, dan distortion.
Presentasi berjalan dengan lancar. Sejumlah tanggapan muncul dari audiens. Profesor Ronny Adhikara menyampaikan apresiasi pada gerakan sosial seperti MAFINDO dan berharap akan ada lebih banyak program-program yang inokulatif. Profesor Jack Linchuan Qui memunculkan isu tentang ada tidaknya hubungan antara kelas sosial dengan kerentanan seseorang terhadap hoaks. Isu ini ditanggapi dengan mengutip riset yang justru menunjukkan peningkatan gejala radikalisme di kalangan educated people dan professionals. Riset ini sendiri disampaikan dengan harapan akan ada perhatian lebih kepada radikalisasi agama pada tahapan yang lebih awal, seperti yang dicerminkan oleh data kajian ini yakni penciptaan bias dan prasangka. Disinformasi bertema agama ini perlu mendapatkan penanganan secara serius dan strategis karena apa yang berlangsung dalam pikiran tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal sehingga dalam penanganan radikalisme aspek ini relatif kurang disentuh, padahal justru di situlah benih-benih kebencian disebar.