Siaran Pers
Meningkatnya Dominasi Hoaks Politik Jelang Pemilu
Jakarta, 16 Maret 2019.
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia, merilis hasil laporan jumlah hoax yang berhasil didata dan diverifikasi sebagai hoax sejak 2018 sampai dengan Januari 2019. Jumlah hoax pada tahun 2018 mencapai 997 hoaks dan 488 hoaks (49,94%) diantaranya bertema politik. Dari 488 hoaks tersebut, Mafindo mencatat terdapat 259 hoax dengan tema politik sejak Juli sampai dengan Desember 2018. Sedangkan jumlah hoaks pada bulan Januari 2019, sebesar 109 buah dengan 58 hoaks diantaranya bertema politik.
Septiaji, Ketua Mafindo mengatakan bahwa “Meningkatnya jumlah hoaks dengan tema politik yang berhasil kami verifikasi sebagai hoaks/disinformasi, berpotensi mengancam kualitas pesta demokrasi terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia. Ia tak hanya akan merusak akal sehat calon pemilih, namun juga mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu, dan lebih parahnya mampu merusak kerukunan masyarakat yang mengarah ke disintegrasi bangsa.”
Lebih jauh Septiaji mengungkapkan bahwa 259 hoaks dengan tema politik sejak Juli-Desember 2018 tesebut menyasar kepada:
Paslon 01 dengan 75 hoaks atau sebesar 28,96%, Pemerintah K/L 60 hoaks atau sebesar 23,16%, figur terkemuka 57 hoaks atau sebesar 22,01 %, Paslon 02 dengan 54 hoaks atau sebesar 20,85%, Parpol dengan 9 hoaks atau sebesar 3,48% %, Pemda sebesar 4 atau sebesar 1,54%.
Sedangkan pada bulan Januari 2019, jumlah hoaks mencapai 109 buah dengan hoaks politik mendominasi sebesar 58 buah disusul oleh hoaks ‘lain-lain’ 19 buah dan hoaks kriminalitas sebanyak 7 buah. Adapun 58 hoaks politik tersebut menyasar kepada Paslon 02 sebesar 21 hoaks atau sebesar 36,20 %, Paslon 01 sebesar 19 hoaks atau sebesar 32,75 %, Pemerintah K/L sebesar 8 hoaks atau sebesar 13,79 %, Figur terkemuka sebesar 7 hoaks atau sebesar 12,06 %, Parpol dengan 3 hoaks atau 5,17 %, Pemda Nihil.
Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo, memberikan catatan bahwa jumlah angka hoaks politik yang tertera tersebut belum mencerminkan dampak atau tingkat kerusakannya. Ada hoaks yang bisa lebih merusak ketimbang hoaks yang lain. Demikian juga jenis hoaks yang menyasar sebuah kelompok, ada yang jenis hoaks positif yang bisa jadi dibuat oleh pendukungnya sendiri.
Septiaji Eko Nugroho menyebut trend kenaikan jumlah penyebaran hoaks ini memprihatinkan, karena ruang publik khususnya di media sosial dan group percakapan lebih banyak diisi dengan perdebatan kosong dengan topik hoaks daripada adu argumen tentang program ataupun topik lain yang lebih substansial.
“Angka kenaikan jumlah hoaks tersebut seharusnya menyadarkan kita bersama, bahwa hoaks ini masih menjadi masalah bersama yang akan merugikan semua pihak. Hanya jika kita menjadi masyarakat sadar fakta maka kita bisa melanjutkan kehidupan demokrasi dengan baik. Kami juga memohon para elit politik untuk tidak menggunakan atau membiarkan hoaks untuk kepentingan elektoral,” tambah Septiaji.
Mafindo juga mencatat platform sosial media yang digunakan sebagai penyebar hoaks sejak Juli 2018 sampai dengan Januari 2019. Facebook masih menjadi sarana penyebaran hoaks yang paling dominan diikuti oleh WhatsApp dan Twitter. Adapun hasil pemetaannya adalah sebagai berikut:
Facebook 47,43% bulan Juli-Desember 2018, dan 49.54% bulan Januari 2019
Twitter 8,90% bulan Juli-Desember 2018 dan 12,84% bulan Januari 2019
WhatsApp 10,87% bulan Juli-Desember 2018 dan 11,92% bulan Januari 2019
Santi Indra Astuti, Ketua Komite Litbang Mafindo, menjelaskan bahwa semester II tahun 2018 bentuk hoaks yang paling banyak adalah gabungan antara foto/narasi sebesar 45,25% diikuti oleh narasi saja sebesar 30,63% dan video/narasi sebesar 14,22%.
“Namun kita melihat pada bulan Januari 2019, komposisinya sedikit berubah dengan 34,86% berupa narasi saja, kemudian gabungan foto/narasi sebanyak 28.44% dan video/narasi sebanyak 17.43%. Kenaikan jumlah hoaks berbentuk video, mengindikasikan kian canggihnya bentuk hoaks yang beredar di masyarakat,” jelas Santi.
“Masyarakat harus memahami bahwa hoaks itu berbahaya bagi masa depan bangsa kita, namun itu saja tidak cukup. Masyarakat juga harus memiliki kemampuan untuk memilah dan memilih mana berita yang benar dan yang keliru. Kegiatan pembelajaran melek digital (literasi digital) harus dilakukan dengan melibatkan multisektor sebagai bagian untuk meningkatkan ketahanan informasi bangsa. Ini tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah saja, namun menjadi panggilan bagi siapa saja yang tidak ingin negeri ini larut dalam bencana informasi akibat hoaks.” Lanjutnya.
Narahubung:
Ketua Presidium Mafindo
Septiaji Eko Nugroho
08990606000
Ketua Komite Litbang Mafindo
Santi Indra Astuti
085794671508