Mafindo, Sleman, 26/06/2025 – Menurut penelitian Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada pada pemilu presiden 2024, penggunaan Generative Artificial Intelligence (Gen-AI) telah menjadi alat penting dalam membentuk persepsi pemilih pemula. Hal ini disampaikan oleh Dhevana Anarchia Ria Lay, Partnership Officer CfDS, pada panel kedua konferensi di Tular Nalar Summit 2025 hari ini.
Survei CfDS terhadap 400 pemilih pemula menunjukkan bahwa digital image lebih berpengaruh daripada
sejarah politik, menggeser gagasan ke estetika dan perasaan. “Kita tanya apakah kita memilih pemimpin atau
didorong oleh lagu dan jogetan dengan soft-fakes,” imbuh perempuan yang akrab disapa Arsya itu. Gejala
tersebut menambah dimensi baru bahwa pemilu dipengaruhi oleh AI, bukan sebagai penyebar hoaks, melainkan
pembentuk ulang realitas yang disebut soft fakes.
Hal ini semakin relevan dengan perlunya peningkatan daya saing digital Indonesia. Sebagaimana direfleksikan
dalam laporan IMD WDCR 2024 yang menunjukkan peringkat Indonesia naik dari 56 ke 43. Laju adopsi internet
yang cepat membuka peluang sekaligus risiko, termasuk lebih dari 26 juta serangan phishing sepanjang 2024
menurut BSSN, yang menuntut literasi digital bagi semua kalangan, terutama kelompok rentan seperti lansia
dan pemilih muda.
Kondisi ini menunjukkan bahwa menghadapi tantangan era digital, kita tidak bisa bergerak sendiri-sendiri.
Diperlukan upaya bersama untuk membekali semua lapisan masyarakat. Utamanya kaum rentan seperti lansia
dan pemilih pemula dengan kemampuan literasi digital dan pemikiran kritis. Semua ini agar mereka mampu
memilah informasi dan terhindar dari dampak negatif digitalisasi. Salah satu inisiasi penting sebagai wujud
gerakan kolektif ini adalah program literasi digital Tular Nalar – Mafindo.
Sebagai puncaknya, program ini menggelar perayaan besar melalui Tular Nalar Summit 2025, yang berlangsung
di Auditorium STMM MMTC, Sleman, D.I. Yogyakarta. Mengusung tema “Merayakan Semesta Kolaborasi,” acara
ini menjadi ruang temu para penggerak literasi digital dari seluruh Indonesia, serta menandai berakhirnya fase
ketiga program Tular Nalar yang telah berlangsung sejak 2023.
Acara dibuka secara resmi oleh Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia
(Mafindo) dan Giri Lumakto, Program Manager Tular Nalar. Digarisbawahi pula pentingnya keberlanjutan
gerakan literasi digital untuk masyarakat, termasuk bagi kelompok rentan. Septiaji memperkenalkan “Mafindo
Institute” pada publik, sebagai sebuah wadah untuk mengkompilasi edukasi literasi digital. Tentunya bisa
terlaksana karena kolaborasi dengan banyak pihak. Dia juga menyoroti bahwa sekarang kita memasuki era
Artificial Intelligence. “Ibarat 2 sisi mata pedang. Dampak negatif penggunaan teknologi yang keliru serta
dampak negatif tak terduga. Ini membuat ruang digital masih diwarnai dengan hoaks dan ujaran kebencian,”
tambahnya.
Abdul Mu’ti, Menteri Dikdasmen, menjadi salah satu pembicara kunci melalui siaran video. Ia menyoroti bahwa
Tular Nalar Summit 2025 merupakan hasil kolaborasi yang dilakukan Mafindo bersama berbagai elemen
masyarakat. “Sebagai bagian dari upaya membangun kecerdasan dan kesalehan digital, forum (seperti Tular
Nalar) ini sangat penting agar masyarakat memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi pengguna teknologi digital yang bijak,” ujarnya. Dalam kesempatan ini pula dia menyampaikan bahwa mata pelajaran Koding dan Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan akan mulai diajarkan kepada anak kelas 5 SD hingga SMA pada tahun ajar 2025/2026.
Menjadi pembicara kunci dalam rangkaian pembuka, R.M. Agung Harimurti Purnomojati selaku Ketua STMM
menyampaikan apresiasinya pada Tular Nalar – Mafindo, Love Frankie, dan Google.org atas komitmen dan
dedikasi mencerdaskan bangsa, terutama di ranah digital. “Mari kita jadikan momentum ini sebagai tonggak era
baru literasi digital nasional yang lebih kritis, inklusif, dan berbudaya,” pungkasnya.
Setelah sesi pembukaan, forum dilanjutkan dengan konferensi yang terbagi dalam tiga panel utama. Panel
pertama, bertajuk “Menyelamatkan Masa Tua di Linimasa”, membahas risiko digital yang dihadapi oleh
kelompok lansia. Risiko tersebut termasuk maraknya penipuan online dan eksklusi teknologi. Panel ini
menghadirkan Koree Monteloyola-Cañizares dari Techie Senior Philippines, Nani Zulminarni dari Ashoka
Southeast Asia, serta Susiana Nugraha, Direktur Utama Indonesia Ramah Lansia (IRL), dan Giri Lumakto. Mereka
menyoroti pentingnya perlindungan digital yang berbasis empati dan praktik nyata.
Panel kedua, “Timeline Political Disorientation for the First Time Voters”, mengupas dampak disinformasi politik
terhadap pemilih pemula. Diskusi ini dipandu oleh para akademisi dan aktivis seperti Angela Romano dari
Queensland University, Hanna Vanya dari Think Policy, Heroik Pratama dari Perludem, dan Arsya dari CfDS.
Sementara itu, panel ketiga mengangkat tema “Intergenerational AI: Education and Ethics”. Panel ini mengupas
tantangan dan peluang pemanfaatan kecerdasan buatan secara etis dan lintas generasi. Sesi ini menampilkan
Muhammad Taufan Agasta, Stafsus Kemendikdasmen Bidang Transformasi Digital dan Kecerdasan Artifisial,
Pahlevi Fikri Auliya, V.P. Engineering and AI dari Ruangguru, F.X. Risang Baskara, Dosen di Universitas Sanata
Dharma, dan Violita Siska, Program Manager AI Goes To School. Diskusi ini mempertemukan perspektif
teknologi, pendidikan, dan nilai-nilai kemanusiaan dalam satu ruang dialog.
Tular Nalar Summit 2025 juga diisi berbagai aktivitas berbasis komunitas dan para mitra yang menjadi ciri khas
gerakan Tular Nalar. Di antaranya adalah Focus Group Discussion, pameran komunitas, dan kelas literasi digital
inklusif “Ayo Bareng” untuk difabel tuli, penghayat kepercayaan, dan transpuan. Pada sore hari, acara ditutup
dengan stand-up comedy bertema hoaks, penampilan seni komunitas, dan panggung musik akustik yang
disambut meriah oleh peserta.
Salah satu momen penting dalam acara ini adalah peluncuran video “Human Impact Story” oleh Love Frankie
serta publikasi buku bunga rampai yang berisi kisah inspiratif para penerima manfaat Tular Nalar. Modul
pembelajaran AI lintas generasi yang inklusif juga diperkenalkan kepada publik.
Menurut Giri Lumakto, Program Manager Tular Nalar, gerakan ini tidak akan berhenti di summit ini. “Tular Nalar
adalah gerakan yang lahir dari keresahan warga, tumbuh dalam kolaborasi, dan hidup di ruang-ruang
komunitas,” tutupnya.
Di fase ketiga sejak 2023, Tular Nalar telah menjangkau lebih dari 50.000 penerima manfaat langsung yang terdiri
dari 40.000 pemilih pemula dan 10.000 lansia. Sekitar 1,6 juta warga di seluruh Indonesia turut menerima
manfaat sebagai end-beneficiaries yang ditularkan melalui kegiatan dan para alumni kelas pelatihan Tular Nalar
Tular Nalar Summit 2025 bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari gerakan yang lebih luas. Sebuah
langkah bersama untuk mewujudkan ruang digital yang sehat dan inklusif.(**)
Untuk informasi lebih lanjut dan komunikasi media, silakan hubungi:
● Citra Pratiwi – Media Relations Coordinator Tular Nalar
● Mia Astari – Media Relations Tular Nalar
medrel.tn@mafindo.or.id | +62 812-2020-0982