Mafindo–Perempuan rentan menjadi sasaran misinformasi dalam pemilu. Riset ini membuktikan hal tersebut dengan menelaah beberapa bentuk misinformasi di kanal x dalam rentang Pemilu 2019.
Riset yang di seminarkan dalam kegiatan Seminar Diseminasi bertajuk “Tren Bentuk-bentuk Praktik Misinformasi, Disinformasi & Malinformasi menjelang Pemilu 2024” yang diadakan oleh Cekfakta.com, platform kolaborasi Mafindo, AJI, dan AMSI, pada Rabu (13/3/2024).
Hasil Riset yang dilakukan oleh Robby Kurniawan dan Intan Pratiwi mengungkapakan temuan lima bentuk misinformasi yang menyerang perempuan. Masing-masing berupa misinformasi terkait dengan ideologi, status pernikahan, agama, tampilan fisik, hingga penggunaan idiom yang merendahkan saat menarasikan politik perempuan.
Pemilu 2019 di Indonesia menjadi momen penting dalam sejarah demokrasi bangsa. Namun, di balik kemeriahan pesta demokrasi, terdapat isu laten misinformasi yang menargetkan perempuan. Artikel ini mengkaji misinformasi dan diskriminasi terhadap perempuan dalam Pemilu 2019, periode Juli 2018 hingga Agustus 2019. Dijelaskan pula langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini.
Beberapa Penelitian Terdahulu mengungkap:
a. The Association for Women’s Rights in Development (AWID): Laporan AWID menunjukkan bahwa misinformasi dan kekerasan online terhadap perempuan meningkat secara signifikan selama Pemilu 2019.
b. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan): : Komnas Perempuan mencatat 127 kasus kekerasan terhadap perempuan dalam politik selama Pemilu 2019.
c. Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR): menemukan bahwa misinformasi tentang perempuan dan politik banyak tersebar di media sosial, terutama Facebook dan Twitter.
Penelitian Robby Kurniawan dan Intan Pratiwi mengungkap bahwa kekerasan yang terjadi pada Perempuan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kekerasan terhadap perempuan adalah sebuah isu global yang memiliki dampak signifikan pada kehidupan perempuan di seluruh dunia. Kekerasan ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, dan di Indonesia, perempuan sering mengalami tiga jenis kekerasan utama: struktural, kultural, dan langsung.
Kekerasan Struktural:
Kekerasan struktural adalah bentuk kekerasan yang tertanam dalam struktur sosial dan budaya masyarakat. Bentuk kekerasan ini tidak terlihat secara langsung, namun memiliki dampak yang besar pada perempuan. Contohnya:
– Diskriminasi dalam pendidikan dan pekerjaan: Perempuan sering kali memiliki akses yang lebih terbatas terhadap pendidikan dan pekerjaan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menyebabkan perempuan memiliki penghasilan yang lebih rendah dan peluang yang lebih kecil untuk mencapai kesuksesan.
Baca Juga: Tren Penyebaran Hoax di Komunitas Perempuan Indonesia
– Stereotip gender: Stereotip gender yang negatif tentang perempuan, seperti anggapan bahwa perempuan lebih lemah dan tidak mampu memimpin, dapat membatasi peran perempuan dalam masyarakat.
– Kesenjangan gender dalam politik: Perempuan masih kurang terwakili dalam politik dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menyebabkan perempuan memiliki suara yang lebih kecil dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Kekerasan Kultural:
Kekerasan kultural adalah bentuk kekerasan yang dilegitimasi oleh norma dan nilai budaya masyarakat. Bentuk kekerasan ini sering kali tidak disadari sebagai bentuk kekerasan karena sudah dianggap sebagai bagian dari budaya. Contohnya:
– Kekerasan dalam rumah tangga: Kekerasan dalam rumah tangga adalah salah satu bentuk kekerasan yang paling umum dialami perempuan di Indonesia. Kekerasan ini dapat berupa kekerasan fisik, emosional, dan seksual.
– Pernikahan anak: Pernikahan anak adalah pernikahan yang dilakukan oleh anak di bawah usia 18 tahun. Pernikahan anak dapat menyebabkan berbagai dampak negatif bagi perempuan, seperti kesehatan yang buruk, putus sekolah, dan risiko kekerasan yang lebih tinggi.
– Tradisi dan ritual yang diskriminatif terhadap perempuan: Di beberapa daerah di Indonesia, terdapat tradisi dan ritual yang diskriminatif terhadap perempuan. Contohnya, tradisi yang melarang perempuan untuk pergi ke sekolah atau tradisi yang mengharuskan perempuan untuk menuruti semua perintah suami.
Kekerasan Langsung:
Kekerasan langsung adalah bentuk kekerasan yang terlihat dan dapat diidentifikasi dengan mudah. Bentuk kekerasan ini dapat berupa:
– Fisik: Kekerasan fisik adalah bentuk kekerasan yang paling umum dialami perempuan. Kekerasan ini dapat berupa pukulan, tendangan, dan penyerangan fisik lainnya.
– Seksual: Kekerasan seksual adalah bentuk kekerasan yang sangat traumatis bagi perempuan. Kekerasan ini dapat berupa perkosaan, pelecehan seksual, dan pencabulan.
– Verbal: Kekerasan verbal adalah bentuk kekerasan yang dapat menyebabkan trauma emosional bagi perempuan. Kekerasan ini dapat berupa kata-kata kasar, makian, dan ancaman.
Kekerasan terhadap perempuan adalah sebuah isu yang kompleks dan membutuhkan solusi yang komprehensif. Upaya untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan harus dilakukan di berbagai tingkatan, mulai dari individu, keluarga, masyarakat, hingga pemerintah.
Perempuan di Indonesia telah menempuh perjalanan panjang dalam memperjuangkan hak politiknya. Meskipun telah mencapai kemajuan signifikan, perempuan masih menghadapi berbagai hambatan dalam partisipasi politik, salah satunya adalah misinformasi. Misinformasi dan diskriminasi terhadap perempuan dapat memicu berbagai dampak negatif, seperti:
– Penurunan tingkat partisipasi perempuan dalam pemilu.
– Memperkuat stereotip dan stigma negatif terhadap perempuan
– Mengancam demokrasi dan stabilitas nasional.
Misinformasi dan Diskriminasi terhadap Perempuan
Misinformasi terkait perempuan dalam Pemilu 2019 dapat dikategorikan sebagai berikut:
– Misinformasi tentang kualifikasi dan kapabilitas perempuan
– Disinformasi tentang peran perempuan dalam politik
– Serangan personal dan ujaran kebencian terhadap perempuan.
Diskriminasi terhadap perempuan dalam Pemilu 2019 juga marak terjadi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya:
– Stereotip bahwa perempuan tidak kompeten dalam politik.
– Kekerasan verbal dan fisik terhadap perempuan politisi
– Kurangnya representasi perempuan dalam media massa.
Langkah Pencegahan:
Pencegahan misinformasi dan diskriminasi terhadap perempuan dalam pemilu memerlukan upaya kolektif dari berbagai pihak, termasuk:
– Pemerintah: Memperkuat regulasi dan edukasi publik terkait misinformasi dan diskriminasi.
– Penyelenggara pemilu: Menerapkan sistem dan mekanisme untuk mendeteksi dan menangani misinformasi.
– Organisasi masyarakat sipil: Melakukan edukasi dan advokasi tentang kesetaraan gender dalam politik.
– Media massa: Memberitakan informasi yang akurat dan berimbang tentang perempuan dalam politik.
– Masyarakat: Meningkatkan literasi digital dan kritis terhadap informasi yang diterima.
Misinformasi dan diskriminasi terhadap perempuan dalam Pemilu 2019 merupakan permasalahan serius yang harus diatasi. Upaya pencegahan yang komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mewujudkan partisipasi politik perempuan yang adil dan setara.
Karena itu, pemilu yang demokratis dan adil haruslah inklusif dan akomodatif bagi semua kelompok masyarakat, termasuk perempuan. Mari kita bersama-sama memerangi misinformasi dan diskriminasi terhadap perempuan untuk mewujudkan demokrasi yang lebih baik di Indonesia.(**DST)