Ruang Digital dan Lansia

By :

|

|

Penulis: Cahya Suryani
Editor: Vinanda
Reviewer: Heni Mulyati

Gambaran Lansia dan Dunia Digital
Pandemi Covid-19 yang terjadi telah membawa sebuah peradaban baru bagi manusia. Perubahan terjadi, ketika adaptasi lingkungan serta adaptasi individu dibutuhkan dalam menyikapi krisis yang terjadi. Tidak hanya sehat secara jasmani namun juga sehat secara psikis. Pemerintahan setiap negara memberlakukan pembatasan sosial dan meminta masyarakat melakukan segala aktivitas dari rumah mulai bekerja, belajar, dan beribadah pun dilakukan dalam rumah.


Dampak dari perubahan ini secara tidak langsung membentuk interaksi digital. Sebenarnya interaksi digital bukan sebuah kegiatan baru, sebelumnya pun masyarakat sudah banyak yang menggunakan digital sebagai alat berinteraksi. Namun saat pandemi Covid-19 interaksi digital menjadi sebuah kegiatan utama. Segala aktivitas berubah menjadi digitalisasi. Dampak perubahan ini dirasakan oleh semua kalangan tidak terkecuali lansia.


Lansia menurut WHO dibagi menjadi empat tahapan yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) > 90 tahun. Lansia merupakan salah satu kelompok rentan yang dikhawatirkan mudah tertular Covid-19 sehingga lansia menjadi salah satu kelompok yang dibatasi gerak dan aktivitas di luar ruangan. Pembatasan aktivitas inilah yang membuat lansia mau tidak mau memanfaatkan media digital sebagai alat bantu berkomunikasi dan berinteraksi.


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk lansia di Indonesia yang menggunakan internet mengalami peningkatan drastis di masa pandemi ini. Tahun 2019 lansia yang menggunakan internet sebanyak 7,94%, di tahun 2020 mengalami peningkatan drastis mencapai 11,44%. Data ini menggambarkan bahwa penggunaan internet oleh lansia digunakan sebagai salah satu sarana dalam berhubungan secara sosial demi kesejahteraan diri mereka.


BPS tahun 2021 dalam data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) “ada ketimpangan digital yang terjadi antarkelompok umur di Indonesia, di mana hanya sekitar 10% penduduk Indonesia usia 65 tahun ke atas yang mengakses internet.”


Lansia yang menggunakan internet dapat meningkatkan fungsi komunikasi interpersonal, fungsi kognitif, serta kemandiriannya dalam mengakses informasi dan beraktivitas digital. Tidak hanya aktivitas komunikasi namun juga akses pelayanan pemerintah, kegiatan jual beli, dan konsultasi medis.


Perubahan ini memberikan kemudahan namun juga menghidupkan alarm kewaspadaan untuk lansia. Sehingga lansia juga membutuhkan peningkatan literasi digital. Literasi digital bukan hanya kemampuan individu dalam menggunakan teknologi, namun juga berkaitan dengan sikap dan perilaku bijak di ruang digital.


Pembekalan bagi Lansia
McDonough (2016) mengatakan bahwa lansia atau kelompok usia lebih tua memiliki ketimpangan digital seperti rendahnya literasi digital, tecnofobia, dan keengganan menggunakan serta hambatan fisik. Oleh karena itu lansia menjadi salah satu kelompok yang paling rentan terhadap kemajuan teknologi dan banjir informasi. Salah satu kebiasaan lansia yang berhubungan dengan informasi adalah mudah memercayai informasi yang diterima dan mudah membagikan informasi yang belum tentu kebenarannya.


Mafindo (Masyarakat Antifitnah Indonesia) dengan dukungan Google.Org melaksanakan program Tular Nalar yang salah satu fokus programnya meningkatkan literasi digital lansia dalam penggunaan teknologi digital. Mafindo Mojokerto melaksanakan program Akademi Digital Lansia ke beberapa tempat salah satunya di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Pesertanya tidak hanya jemaat GKJW, namun juga masyarakat sekitar gereja. Peserta yang hadir diberikan pelatihan cara penggunaan teknologi digital dengan, aman, efektif, dan bijak. Serta pelatihan cara memilih informasi dengan sumber yang benar.


Salah satu peserta pelatihan Bapak Hari perwakilan dari GPDI mengapresiasi dilaksanakannya pelatihan ini. “Pelatihan ini membantu lansia memahami perkembangan media sosial, membantu kami memilah informasi, memilah berita yang disampaikan apa benar dan tidaknya. Kami mendukung gerakan dari Mafindo agar bisa membantu banyak orang, agar orang tidak mudah terkena hoaks, dan kami pemimpin gereja akan menyampaikan materi pelatihan ini pada jemaat kami,” terangnya.


Puradian Wiryadigda M.A sebagai Koordinator Fasilitator Akademi Digital Lansia Mojokerto menyampaikan dasar pelaksanaan kegiatan karena lansia masih dianggap sebagai salah satu kelompok rentan yang mudah terkena dampak negatif dari hoaks dan penipuan digital. Ia juga menyampaikan bahwa Mafindo akan melakukan pendampingan setelah pelatihan dengan target tidak hanya lansia, tapi juga orang terdekat lansia. Harapannya pendamping lansia dapat memberikan pendampingan saat lansia menggunakan internet.***

Loading


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share