Dengan Tema “Mewaspadai Gerakan Kelompok Teroris Guna Menciptakan Situasi Kambtibmas Menjelang Pilpres dan Pileg 2019”, Satuan Binmas Polrestabes Surabaya menggelar Focus Group Discussion dalam Rangka Kegiatan Kepolisian yang di tingkatkan, di Balroom Hotel Verwood Surabaya. Rabu 26 Maret 2019, mulai pukul 08.00 hingga 14.30…
Dalam sambutannya Kasat Binmas Polrestabes Surabaya Kompol Fathoni memaparkan tujuan tentang diadakannya kegiatan tersebut. Tujuannya adalah Bagaimana menjaga NKRI agar tetap damai terhindar dari pengaruh kelompok² radikal yang mengarah pada ancaman terorisme dalam menghadapi Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden yang akan dilaksanakan beberapa kedepan.
“Harapannya adalah ditangan kitalah kemajuan kedepan NKRI melalui Pemilu. ditangan kitalah, Pemilu yang aman damai dan sejuk dapat diwujudkan, dengan pelaksanaan pemilu yang aman dan damai kita bawa Indonesia Lebih maju.” tegas Kompol Fathoni.
Dengan dua Nara Sumber langsung dari mantan pelaku gerakan terorisme Datuk Nasir Abbas dan Ust Manzi Ali Fauzi, kita bisa ketahui Indikator yang perlu kita waspadai dari gerakan Radikalisme dan Teroris jelang pelaksanaan Pilpres 2019.
Dan satu lagi narasumber Kang Rasyid, adalah peneliti radikalisme dan aktivis anti hoax.
Dalam paparan materinya, Kang Rasyid menjelaskan, “Bahwa Hoax membuat masalah dimasyarakat. Sayangnya ada beberapa struktur dalam masyarakat kita yang tidak luput dari HOAX sehingga tidak. Bisa mengantisipasi penyebaran HOAX.”
Kurangnya minat Literasi atau minat baca pada masyarakat adalah hal terbesar yang menjadi penyebab masifnya peredaran HOAX. Sebagian besar dari masyarakat hanya membaca judul suatu berita tanpa mengerti dan memahami isi beritanya, sudah berani beropini.
Kurang mempunyai sikap Skeptis terhadap segala informasi yang diterima. Sehingga kerap kali masyarakat dapat dibodohi.
Sementara menjawab pertanyaan dari beberapa peserta mengenai bagaimana cara untuk mengetahui jika berita yang kita terima adalah berita bohong atau tidak, relawan Mafindo mbak Mizati menerangkan bahwa Masyarakat Anti Fitnah Indonesia sudah menyediakan sarana untuk mengecek suatu berita itu hoax apa tidak. Bisa melalui salah satu Grup Facebook besutan Mafindo Grup Forum Anti Fitnah Hasut dan Hoax (FAFHH), atau bisa menggunakan Aplikasi Hoax Buster Tools yang sudah bisa di unduh di PlayStore, atau masuk pada website TurnBackHoax.id atau yang terbaru di cekfakta.com, disana dapat kita ketahui segala informasi tentang hoax beserta debunknya.
Masuk pada pemateri kedua, Datuk Nasir Abbas. Beliau adalah mantan panglima tertinggi kelompok teroris di wilayah Asia Tenggara. Beliau jugalah yang pernah melatih dan mencetak ribuan jihadis dari berbagai negara termasuk Indonesia.
Ketika memaparkan kenapa beliau ‘tertarik’ dan akhirnya menjadi salah satu panglima tertinggi, Datuk Nasir Abbas menjelaskan. Tidak ada doktrin yang diberikan mereka (kelompok teroris), untuk mengebom dan membunuh secara radikal. Tetapi diberikan pemahaman secara halus, dengan memberikan penawaran serta pemahaman tentang menjadi seorang mujahid, menjadi seorang yang menegakkan syariat Islam. Mereka memberikan pemahaman secara halus untuk menuntun kita, sehingga secara tidak langsung kita akan mendukung pemahaman mereka untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.
Kenapa ada orang luar Indonesia terlibat untuk melakukan tindak terorisme di Indonesia seperti Dr Azhari dan Noordin M Top..??
Karena ada suatu kepentingan untuk memperburuk situasi, serta meyakininya sebagai suati kemuliaan. Hal ini terjadi pada diri Datuk Nasir Abbas sendiri, yang tak lain beliau adalah warga negara Malaysia, yang juga terlibat dalam berbagai teror di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemateri ketiga adalah Ust Manzi Ali Fauzi, beliau adalah mantan Kombatan yang juga salah satu murid dari Datuk Nasir Abbas. Dan juga salah satu dari empat bersaudara dari Bomber Al Qaedah, Ali Ghufron, Amrozi dan Ali Imron.
Terorisme bukanlah produk instan, bukanlah produk dari keputusan single/individu. Tetapi hasil dari proses panjang yang perlahan-lahan mendorong seseorang untuk komitmen pada aksi kekerasan atas nama Tuhan. Dan hal ini bisa terjadi pada siapa saja.
“Siapapun bisa terpengaruh dan menjadi seorang jihadis” tegas Ust Manzi Ali Fauzi.
Dari hasil riset Marc Sageman, hampir dari 80% mereka bergabung dan terpapar oleh kelompok teroris dikarenakan faktor teman dan keluarga, faktor kedekatan akhirnya menarik dan menjadi kebiasaan yang pada akhirnya menjadikan seseorang terpengaruh untuk menjadi jihadis / melakukan aksi terorisme atas nama Agama dan Tuhan.
Terorisme adalah bagaikan penyakit Komplikasi, karena akar terorisme bukanlah tunggal bahkan saling berkaitan. Oleh karena itu cara penanganannya pun tidak bisa dilakukan dengan metode tunggal oleh satu pihak. Harus banyak aspek perspektif dan metodelogi. Ibarat sebuah penyakit, terorisme adalah penyakit yang sudah mengalami Komplikasi. Butuh dokter spesialis dan juga kampanye pencegahan dari orang-orang yang pernah mengalami penyakit ini. Selain itu juga dibutuhkan peran serta masyarakat secara aktif, agar terhindar dari penyakit yang bernama terorisme.
Tindak terorisme adalah sesuatu yang nyata, dan bukanlah suatu rekayasa ataupun hasil dari Operasi intelejen yang dilakukan oleh aparat pemerintahan suatu negara. Mereka bergerak dan terus ada bersembunyi dibalik atas nama Tuhan dan Agama.
Untuk pencegahannya pun tidak bisa dibutuhkan secara sepihak oleh satu instansi ataupun institusi, dibutuhkan peran aktif semua elemen masyarakat dan tindakan nyata agar anak bangsa terselamatkan dari paparan virus terorisme dan mara bahaya…
Jangan sampai perbedaan pandangan dan pilihan politik menjadikan alasan kita untuk suatu perpecahan. Jangan sampai hal tersebut dimanfaatkan oleh kelompok radikalisme untuk melancarkan aksi² terorisme…
Anak bangsa, mari kita satukan pererat genggaman kita untuk terus menjaga NKRI menuju Indonesia yang cemerlang dan Indonesia yang lebih damai..
(yudha_boy)